Halaman

Minggu, 10 Juni 2012

Sinopsis Novel Sastra

Judul: Azab Dan Sengsara
Penulis: Merari Siregar
Penerbit: Balai Pustaka
Tahun Terbit: 1920

Jejaka Aminudin mencintai gadis Mariamin, tapi tak sampai terlaksana karena Aminudin terpaksa menerima pilihan ayahnya, yang mencarikan gadis dari keluarga lain, karena keluarga Mariamin miskin, tidak layak diambil menantu.

Padahal orang tuan Aminudin tahu, bahwa Mariamin telah semenjak kecil jadi teman sepermainan Aminudin. Dan ia pun tahu bahwa keluarga itu asalnya keluarga berada dan bangsawan. Dilukiskan oleh penulis bahwa cinta si gadis dan si bujang adalah cinta murni, cinta yang tumbuh dari kecil, bersemi bersama-sama dengan pertumbuhan jasmaniah kedua anak tersebut hingga menjelang: si gadis jadi remaja, si bujang jadi jejaka, di samping itu memang ada pula pertalian keluarga. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. Ketika Aminudin meminta dibawakan calon istri, yang dalam pikirannya dan memang dinyatakan juga harus meminang gadis Mariamin, tetapi karena alasan-alasan kecil tadi, sang ayah membawa gadis lain, pilihannya sendiri, di antarkannya langsung ke tempat anaknya bekerja, di Medan. (Tempat asla Sipirok/Tapanuli). Aminudin tak dapat menolak sekalipun ia mengakui bahwa perbuatan ini berarti penghianatan terhadap Mariamin, perawan yang menjadi idamannya semenjak kecil. Ia terpaksamenerima sodoran sang ayah, karena mengingat gengsi keluarga, padahal hatinya tetap ekat pada gadisnya. Untul membuktikan bahwa Aminudin jujur dalam hal ini, dimintanya orang tua supaya nanti apabila sudah kembaki ke kapung, sudi mengantarkan "nasi bungkus"kepada ibu Mariamin, tanda maaf atas pemungkiran janji yang telah diikrarkan. (tentang nasi bungkus ini penulis MS memberi keterangan sebagai berikut: Menurut adat orang Batak, yang meminta ampun akan kesalahannya, harus membawa nasi ke rumah orang, tempat ia meminta ampun itu, supaya langkahnya berat. nasi itu basa dibungkus dalam daun pisang, sebab itu nasi itu bernama nasi bungkus).

Orang tua Aminudin tidak menolak permintaan anaknya menyampaikan pesan itu. Sesampainya di kampung segera dilaksanakan. Dan sekaligus pada saat setelah melihat tingkah-laku anak gadis serba menarik , dan punya rupa yang jarang tersua pada gadis lain, harus mengakui kekeliruan anggapan dan pilihannya itu: memberikan gadis lain kepada anaknya yang hanya satu-satunya.

Tetapi nasi sudah menjadi bubur, ludah tak dapat dijilat lagi, tinggal sesalan yang pasti lama tak kan dapat diredakan.

Setelah tau jejakanya tak dapat diharap lagi, tidak menolak, sekalipun tidak setuju, ketika oleh sang ibu diminta supaya menerima pinangan pemuda lain, yang tidak dikenal sebelumnya. Harapan ibunya, Mariamin dapat hidup bahagia setelah bersuami, meskipun tidak dengan pemuda yang dicintainya. Bakal suaminya pun orang berada dan orang yang berpekerjaan. Tapi ternyata kemudian sang mantu ibu yang tak putus dirundung malang itu, bukan suami yang baik. Dia sudah berkali-kali beristri dan mengidap penyakit yang berbahaya. (Penulis tidak menyebut penyakit apa, tapi rupanya penyakit yang ditimbulkan oleh pergaulan bebas dengan wanita-wanita di perantauan). Ketika Mariamin tahu hal ini ia menolak tiap-tiap ajakan suaminya untuk berhubungan suami-istri sebagaimana lazimnya, dengan helah, supaya suaminya itu berobat dahulu. Tapi si suami tentu tak mau mengerti. Mariamin adalah istrinya yang sah, dan berhak menurut kehendaknya sebagai suami. Dalam pada dengan tidak disangka-sangka  Mariamin bertemu dengan Aminudin (setelah kawin Mariamin pun dibawa oleh suaminya pindah ke Medan). Dan pertemuan ini sungguh-sungguh membuat luka hatinya kambuh. Ia jatuh pingsan pada pertemuan mula-mula. Dan setelah Aminnudin pulang tidak bertambah baik karena suami Mariamin pun mengetahui kunjungan Aminudin kepada istrinya waktu ia tidak di rumah. Tambahlah alasan bagi si suami untuk menekan sang istri, dan kini lebih bengis lagi perilakunya, sering menangani dan memukul istrinya di saat-saat mendapat kesempatan. Akhirnya Mariamin tidak kuat lagi, suatu ketika, setelah ia mendapat pukulan dari suaminya, ia pergi mengadu kepada polisi dengan putusan: ia cerai dengan suaminya, dan pulang ke kampung. Tidak jelas dipaparkan oleh penulis bagian terakhir ini, hanya dibawanya pembaca ikut dengan penulis meninjau suatu tempat yang ketinggian dengan bertutupkan tanah baru digali berwarna merah. Itulah kuburan Mariamin, gadis yang saleh dan suci itu. Tokoh utama roman Merari Siregar: Dimatikan. Demikian akhir cerita Azab dan Sengsara

Sumber Buku: Aneka Pustaka (Rusman Sutiasumarga)

Jumat, 08 Juni 2012

Rindu

Dikala matahari terbenam
Langit mulai gelap
Saat itu lah
Aku selalu terbayang wajahmu

Walau aku tau
Kini engkau telah pergi
Namun tetap saja
Aku selalu memikirkanmu

Aku rindu senyummu
Aku rindu candamu
Aku rindu tawamu
Juga sgala tentangmu

Adakah kau ingat diriku
Adakah kau ingat masa lalu
Adakah kau ingat janji-janjimu
Yang akan slalu bersamaku

Dari aku yang dulu dihatimu
Andai aku dapat memutar waktu
Aku ingin mengulang masa itu
Saat aku masih bersamamu

Oleh: Euva I.M

Dia

Dia...
Semangat hidupku
Pengukir senyumku
Pengukir tawaku

Dia...
Cerahkan hatiku
Punahkan sedihku
Bangkitkan bahagiaku

Dia...
Senyumnya begitu indah
Wajahnya mempesona
Membuatku ingin mengenalnya

Dia...
Andai aku bisa bersamanya
Setiap saat mendampinginya
Selalu berada di dekatnya

Dia...
Siapakah namanya
Di manakah tinggalnya
Ingin rasanya aku tau
Bolehkah aku mengenalnya?
Dan salahkah aku menyukainya?

Oleh:Euva I.M

HILANG...

Sering kali aku teringat
Akan dirimu yang dulu ada
Yang dulu selalu hiasi hariku
Hilangkan sepi yang kurasa

Namun kini kau menghilang
Hilang bagai ditelan bumi
Hilang entah kemana
Tiada lagi terdengar kabar darimu

Hati ini selalu bertanya
Sedang apa kau disana
Bahagiakah kau dengannya
Dan ingatkah kau padaku
Walau hanya sekejap mata

Aku tak mengerti
Untuk apa mengingatnya lagi
Aku pun tak mengerti
Mengapa rindu selalu datang
Setiap aku mengingatmu

Aku slalu meminta pada yang Kuasa
Agar kau slalu tersenyum
Agar kau slalu bahagia
Bahagia dengan dirinya yang kini jadi kekasihmu...

Oleh: Euva I.M