Kisah Pengusaha Sukses Pendiri Apple Steve Jobs
Cerita sukses tak selalu
bermula dari ide besar. Banyak sukses yang justru lahir dari gagasan sepele.
Ada juga yang menangguk untung besar lantaran kelihaiannya mengadopsi dan
meniru temuan orang lain. Tetapi tak sedikit juga yang meraih sukses karena
keberaniannya menanggung risiko dan kreativitasnya dalam melakukan inovasi
terhadap sesuatu yang sudah ada.
Dalam bukunya, Emily Ross &
Angus Holland mengisahkan hal ini cukup menarik. Ia juga memilah-milah kisah
sukses atas dasar sejarah dan kecenderungannya, sehingga mempermudah pembaca
untuk memahami. Sebagai contoh adalah kisah-kisah sukses yang diraih karena
kekuatan adaptasi modelnya. Ross & Holland menyebutkan Starbucks yang
berevolusi dari hanya sebuah toko penjual biji kopi, dan Coca Cola yang berjaya
setelah dikemas dalam botol.
Keberanian mengambil risiko
oleh para kreator dan inovator juga menjadi kisah tersendiri. Keberhasilan
Apple menjadi salah satu contoh besarnya. Sang penemu, Steve Wozniak, sempat
ditolak ketika mengajukannya ke Hewlett-Packard (HP). Ia kemudian
menyodorkannya kepada Steve Jobs yang kemudian menjadi mitranya. Dengan modal
uang dari hasil menjual mobil VW milik Wozniak dan kalkulator HP milik Jobs,
mereka membiayai desain pertama Apple saat Jobs berusia 21 tahun dan Wozniak
lima tahun lebih tua. Siapa sangka kalau kini Apple menjelma menjadi sebuah
usaha besar di dunia.
Sementara itu banyak juga
sukses besar yang bermula dari gagasan sepele. Liquid Paper adalah salah satu
contohnya. Produk ini bermula dari kebingungan sang penemunya, Bette Graham.
Saat itu, seorang ibu yang bekerja sebagai sekretaris ini kerap stres lantaran
pekerjaannya dalam mengetik. Bayangkan, bagaimana pusingnya dia ketika harus
membuat hasil ketikannya rapi dan bersih, sementara ketikannya kerap salah.
Suatu ketika tanpa sengaja dia
melihat seorang tukang cat tengah mengecat. Tukang cat itu ternyata tak sengaja
menodai hasil kerjanya. Untuk membersihkannya, pengecat itu kemudian menimpa
noda itu dengan cat putih.
Dari situ, Graham terpikir
untuk melakukan hal serupa. Dia mencoba menggunakan cat tempera putih berbahan
dasar air dan kuas tipis untuk menutup kesalahan ketiknya. Ternyata berhasil.
Pada tahun 1957 ketika teman-temannya mengetahui hal ini, Graham mulai
mengomersialkan, hingga mampu menjual sekitar 100 botol per bulan. Hebatnya, 15
tahun kemudian, perusahaan yang didirikan berhasil menjual sedikitnya lima juta
botol per tahun.
Yang tak kalah menarik adalah
sukses besar yang terjadi karena kecerdikannya dalam mengadopsi ide orang lain.
Contohnya Dietrich Mateschitz yang mengubah tonik menyehatkan asal Thailand, si
kerbau air merah alias Krating Daeng, menjadi manis dan berbuih yang cocok
untuk orang-orang Austria. Ia lantas mengemasnya lebih menarik dalam kaleng
ramping, dan memberinya merek Red Bull. Dengan klaim sebagai ‘minuman cerdas’
yang mampu meningkatkan kinerja seseorang, Red Bull menangguk sukses besar.
Pada tahun 2006, penjualannya mencapai 3,5 miliar dolar AS, dan kini
diperkirakan jauh melebihi angka itu.
Sukses juga bisa terjadi pada
seseorang yang memiliki kemampuan berinovasi dan melakukan eksekusi lebih baik
terhadap ide yang sudah ada. Michael Dell adalah salah satu contohnya. Ia
berhasil menembus industri yang memuja inovasi tanpa membuat inovasi dengan
tangannya sendiri. Dia mulai membangun komputer rakitan di kamar kosnya dan
menjualnya dengan harga relatif murah melalui pos. Kini, siapa tak kenal
komputer Dell?
Langkah sama terjadi pada
Sergey Brin dan Larry Page. Ia melakukan inovasi yang serupa, sehingga
Google-nya kini sukses menyaingi mesin pencari yang lebih dulu ada, seperti
Yahoo!, Alta Vista, dan Lycos.
Dalam buku ini juga diungkapkan
tentang para penemu yang kurang beruntung. Sebaliknya keuntungan justru
dinikmati orang lain. Salah satu contoh adalah Coco Chanel. Ketika parfum pada
umumnya dibuat dengan satu jenis bunga, Coco menemukan ramuan parfum yang luar
biasa: hasil perpaduan beberapa jenis bunga yang kemudian menghasilkan Chanel
No. 5. Tapi sayang, akibat kesulitan modal, Coco haus berkongsi dengan keluarga
Pierre Wertheimer, yang mempunyai infrastruktur untuk memproduksi parfum
berskala besar. Hasilnya? Keluarga Wertheimer yang justru menikmati kekayaan,
bahkan hingga cucunya yang sekarang.
Seratus jurus sukses bisa
menjadi inspirasi bagi pembaca, bahwa sukses besar bisa terjadi pada siapa saja
dan dengan cara apa saja. Yang penting adalah ketekunan dan keberanian dalam menghadapi
risiko.
Anda pasti mengenal produk Mac,
iPod, dan yang terakhir iPhone. Ketiga produk itu adalah brand yang sangat
terkenal dari perusahaan Apple Inc. Bahkan, Apple saat ini dianggap sebagai
salah satu perusahaan paling berpengaruh dalam perkembangan teknologi dunia.
Lantas, apa sebenarnya kunci sukses dari Apple dalam menciptakan inovasi
teknologi tersebut?
Adalah sosok Steve Jobs, sang
pendiri Apple lah yang memiliki visi jauh ke depan sehingga membuat Apple
menjadi perusahaan yang sangat disegani hingga kini. Namun, jika menengok kisah
Steve, kita sebenarnya bisa melihat betapa ia adalah sosok pengagum
kesederhanaan dan keindahan. Inilah dua kunci dasar – selain visinya ke depan –
yang membuat Apple berhasil mematahkan dominasi Microsoftnya Bill Gates.
Bagi Anda yang sudah akrab
dengan beberapa produk Apple, pasti segera tahu betapa produk Apple sangat
sederhana dan user friendly. Namun, meski sederhana, bentuknya sangat elegan.
Inilah yang membuat Apple selalu punya penggemar fanatik. Tentu, hal ini tak
bisa lepas dari sentuhan tangan dingin sang pendiri, Steve Jobs.
Steve Jobs lahir pada 24
Februari 1955 dari seorang ibu berkebangsaan Amerika, Joanne Carole Schieble,
dan ayah berkebangsaan Syria, Abdulfattah “John” Jandali. Namun, saat dilahirkan,
ia segera diadopsi oleh pasangan Paul dan Clara Jobs. Sejak kecil, Jobs sudah
menunjukkan ketertarikannya pada peranti elektronik. Bahkan, dia pernah
menelepon William Hewlett – presiden Hewlett Packard – untuk meminta beberapa
komponen elektronik untuk tugas sekolah. Hal itu justru membuatnya ditawari
bekerja sambilan selama libur musim panas. Di Hewlett-Packard Company inilah ia
bertemu dengan Steve Wozniak, yang jadi partnernya mendirikan Apple.
IQ-nya yang tinggi membuat
Steve ikut kelas percepatan. Tapi, ia sering diskors gara-gara tingkahnya yang
nakal – meledakkan mercon hingga melepas ular di kelas. Di usianya yang ke-17,
ia kuliah di Reed College, Portland, Oregon. Namun, ia drop out setelah satu
semester. Meski begitu, ia tetap mengikuti kelas kaligrafi di universitas
tersebut. Hal itulah yang membuatnya sangat mencintai keindahan.
Tahun 1974 ia kembali ke
California. Ia bekerja di perusahaan game Atari bersama Steve Wozniak. Suatu
ketika, Steve Jobs tertarik pada komputer desain Wozniak. Ia pun membujuk
Wozniak untuk mendirikan perusahaan komputer. Dan, sejak itulah, tepatnya 1
April 1976, di usinya yang ke-21, Steve mendirikan Apple Computer. Singkat
cerita, kisah sukses segera menjadi bagian hidupnya bersama Apple.
Namun, saat perusahaan itu berkembang,
dewan direksi Apple justru memecat Steve karena dianggap terlalu ambisius.
Sebuah pemecatan dari perusahaan yang didirikannya sendiri. Meski sempat merasa
down, karena kecintaannya pada teknologi, ia pun segera bangkit. Steve
mendirikan NeXT Computer. Tak lama, ia pun membeli perusahaan film animasi
Pixar. Dari kedua perusahaan itulah namanya kembali berkibar. Hal ini bertolak
belakang dengan apa yang terjadi pada Apple. Perusahaan itu justru di ambang
kebangkrutan.
Saat itulah, Steve kembali ke Apple,
hasil dari akuisisi Apple terhadap NeXT. Banyak orang yang meramalkan Steve tak
kan lagi mampu mengangkat Apple. Steve menanggapinya dengan dingin. “Saya yakin
bahwa satu hal yang bisa membuat saya bertahan adalah bahwa saya mencintai apa
yang saya lakukan. Kita harus mencari apa yang sebenarnya kita cintai. Dan
adalah benar bahwa pekerjaan kita adalah kekasih kita. Pekerjaan kita akan
mengisi sebagian besar hidup kita. Dan satu-satunya jalan untuk bisa mencapai
kepuasan sejati adalah melakukan apa yang kita yakini,” sebut Steve.
Kecintaan inilah yang
mengantarkan Steve kembali mengorbitkan Apple ke jajaran elit produsen alat
teknologi papan atas. iPod dan iPhone saat ini menjadi produk yang sangat laris
di pasaran. Visinya ke depan juga membuat iTunes, sukses jadi toko musik
digital paling sukses di dunia. Ia menjawab keraguan orang dengan kerja nyata
dan hasil gemilang. Bentuk indah, elegan, sederhana, namun powerful, menjadi
ciri khas produk Apple hingga saat ini.
Kecintaan kita pada apa yang
kita lakukan akan menjadi jalan kita menuju kesuksesan. Hal itulah yang
dibuktikan oleh sosok Steve Jobs. Bahkan, meski ia sempat terpuruk dan “diusir”
dari perusahaannya sendiri, kecintaannya pada teknologi membuatnya kembali.
Inilah bukti nyata bahwa jika kita mencintai pekerjaan kita dengan sepenuh
hati, hasil yang dicapai pun akan jauh lebih maksimal.
Analisis
dari kisah tersebut:
Semua
orang pasti bisa sukses asalkan ada kemauan, dan semangat untuk meraih hal
tersebut. Steve Jobs, setelah dikeluarkan dari perusahaan yang telah ia
dirikan, ia sempat merasa down, namun ia bangkit lagi karena kecintaannya
dibidang teknologi, dengan tetap semangat dan tidak putus asa untuk berkarya
lagi. Ia tetap mau berusaha karna ia
mempunyai prinsip bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan penuh kecintaan akan
menghasilkan sesuatu yang memuaskan